Thursday 7 April 2016

Dari Puncak Lawang Menatap Danau Maninjau (IV)

Hujan yang baru saja reda dan masih menyiasakan hawa sejuk serta kabut tebal di sekitar Danau Maninjau ketika saya sampai di kelok terakhir dari 44 tikungan tajam yang dikenal dengan nama Kelok Ampek Puluah Ampek (Kelok 44). Sesekali matahari muncul dan tenggelam di balik Bukit Barisan yang mengelilingi salah satu danau terbesar di Sumatera ini. Jarum jam belum beranjak dari angka 3, tapi suasana sudah mulai gelap di beberapa bagian. Rencana pertama ingin memotret aktifitas warga di sekitar Maninjau yang tengah memanen ikan nila, ikan mas, dan ikan gurame di karamba-karamba yang terhampar di tepi danau.

Melihat hamparan karamba, saya jadi teringat pemandangan serupa di Waduk Saguling Di Desa Bongas, Kecamatan Cililian, Kabupaten Bandung. Bedanya, sebagian besar tepian Saguling telah penuh dengan karamba. Di Maninjau masih banyak area yang dibiarkan kosong karena karamba jaring yang dipasang warga tidak begitu luas. Gubuk tempat berteduh di sisi-sisi karamba Danau Maninjau juga tidak terlalu besar. Ukurannya sekitar 2 x 2 meter. Sedangkan di Saguling lebih besar karena lebih mirip rumah dibandingkan gubuk tempat berteduh. Di satu blok karamba, ada yang tengah memanen ikan nila. Di blok yang lain tiga pemuda asyik memancing. Tentu saja amat mudah mendapatkan ikan di karamba seluas 20 x 20 meter.

Memotret danau dengan latar belakang Bukit Barisan sesungguhnya menarik. Tapi bagian bawah gambar yang kita dapatkan tidak bisa bersih dari hamparan karamba. Jadi tinggal mengatur fokus saja untuk mendapatkan gambar yang menarik. Posisi saya memotret yang sejajar dengan tepian danau ini saya anggap lebih baik daripada memotret dari Puncak Lawang yang sedang berkabut. Kalau cuaca sedang cerah, tentu saja memotret Danau Maninjau dari Puncak Lawang jauh lebih baik hasilnya. Obyek wisata ini dulunya tempat peristirahatan Belanda di masa penjajahan dan kini menjadi salah satu tempat olahraga paralayang yang banyak dikunjungi orang.


Puncak Lawang berada di ketinggian 1.210 meter di atas permukaan laut, cukup nyaman untuk memotret seluruh obyek yang ada di sekitarnya. Danau Maninjau termasuk salah satu obyek favorit untuk difoto. Berada di bagian paling atas Puncak Lawang, kita serasa menjadi pendaki gunung yang gagah karena bukit-bukit yang lain seperti berada di bawahnya. Bukit Barisan yang membentengi Danau Maninjau menawarkan panorama yang amboi untuk diabadikan. Syaratnya satu: cuaca sedang cerah. Kalau cuaca sedang mendung, ya siap-siap saja membungkus kamera karena kabut turun begitu cepat. Jika hujan lebat, sepertinya bukan hujan air tapi hujan salju.  Apalagi awal November saat saya di sana merupakan awal musim hujan.

Karena gagal mendapatkan gambar Maninjau sesuai keinginan, saya makin penasaran ingin lebih dekat melihat Maninjau. Jadilah Puncak Lawang saya tinggalkan ketika hujan mulai turun meski hari sedang siang. Rencana mengabadikan obyek wisaya di Kecamatan Matur, Kabupaten Agam dengan landmark tulisan Puncak Lawang di salah satu sisi bukit juga batal karena hujan sedang tidak bersahabat. Tulisan besar ini sepertinya tak mau kalah dengan tulisan Hollywood di Bukit Hollywood, Amerika Serikat yang amat tersohor. Tapi, landmark ini belum sepenuhnya selesai karena beberapa hurufnya masih belum terpacak rapi. (bersambung)



No comments:

Post a Comment