Sunday 22 May 2016

Jalan Berliku 'Berburu' Ikan Pari Manta


Begitu perjalanan ke Sangalaki sudah dipastikan pada awal Mei, yang terbayang pertama di benak saya adalah Pari Manta. Satu dari empat pulau utama di Kepulauan Derawan ini memang identik dengan hewan yang tergolong dalam kelompok ovovivipar, hewan yang menetaskan telur di dalam tubuh induknya. Perairan Sangalaki adalah pusat Pari Manta dunia sehingga perjalanan ke Sangalaki adalah perjalanan untuk menonton tarian Pari Manta.

Saya tidak sabar melihat ikan pari yang berbeda dibanding ikan pari lain yang pernah saya temukan di perairan Madura hingga di pasar-pasar ikan. Selain tidak menyengat, Pari Manta termasuk jinak meski memiliki tubuh berukuran raksasa dengan bentangan sirip yang mencapai tujuh meter. “Semoga kita beruntung segera menemukan Pari Manta,” kata Anton Thedy, Managing Director TX Travel.

Hasrat melihat Pari Manta dari dekat membuat perjalanan dari Tarakan menuju Sangalaki serasa makin lama karena perasaan tidak sabar. Padahal, speedboat yang membawa kami sudah melaju dengan kecepatan 50 knot (sekitar 92 kilometer per jam). Waktu tempuh empat jam itu hampir mencapai titik akhir setelah 40 menit kami melewati Pulau Derawan. Sangalaki sudah terlihat di depan mata ketika hari menjelang senja. Mesin boat yang sedari tadi meraung-raung kini sudah jauh berkurang suara bisingnya lalu beralih haluan ke kiri menuju sisi utara Sangalaki.


Perlahan speedboat menyisir bagian utara pulau. Sesekali motoris boat memicingkan mata memandang sesuatu di kejauhan. “Biasanya Pari Manta mencari makan,” katanya. Area yang kami kelilingi adalah titik berkumpulnya Pari Manta atau yang dikenal dengan Manta Point. Sekitar 15 menit tanpa hasil kami memilih mendarat untuk meletakkan perbekalan di Sangalaki Resort dan melanjutkan aktifitas lain.

Sederet rencana sudah menunggu mulai berburu panorama matahari terbenam, melepas tukik, hingga menyaksikan penyu bertelur. Malam pertama di pulau yang sunyi di Sangalaki akan menjadi pengalaman yang kesekian buat saya pribadi. “Besok kita snorkeling sambil mencari Manta,” kata Johny Sudiyanto, pemilik Sangalaki Resort. Beberapa bagian di utara pulau ini menjadi titik penyelaman favorit melihat Pari Manta seperti Manta Run, Manta Parade, Manta Avenue, dan Ridge.

Tapi, tidak ada yang menjanjikan kalau setiap turun ke perairan Sangalaki pasti menemukan Pari Manta. Saya makin penasaran, seberapa susah mencari ikan bertubuh pipih berwarna hitam mengkilat ini. Benar saja. Sekitar 30 menit berputar-putar di area manta point, tidak satu pun Pari Manta yang muncul. Pak Jhony, Mas Bambang, dan beberapa official Sangalaki Resort yang sangat akrab dengan kehidupan perairan Sangalaki sudah berdiri di ujung speedboat sambil memandang jauh ke depan. “Mungkin nasib baik belum berpihak pada kita,” katanya.



Di tengah rasa frustasi, kami memutuskan melanjutkan perjalanan menuju Pulau Kakaban untuk berenang bersama ubur-ubur di Danau Kakaban. Waktu tempuh antara dua pulau ini tak begitu lama: hanya 30 menit. Begitu mesin boat meraung, Pak Johny berteriak, “manta, manta.....” sambil menunjuk ke satu titik. Ya benar saja, seekor Pari Manta dengan bentang sirip 1,5 meter melintas lalu menghilang. Belum sempat kamera membidik, ikan itu sudah pergi. “Tenang, nanti kita dapat lagi,” kata Pak Johny. Pagi menjelang siang itu kami mendapat pelajaran berharga: jangan mudah putus harapan dan berjuanglah hingga ujung kesabaran.

Kehidupan laut seringkali penuh teka-teki dan berselimut misteri. Dalam perhitungan manusia, pagi itu seharusnya Pari Manta berkumpul di bagian utara perairan Sangalaki. Tapi, ikan pipih dengan sirip dada yang lebar ini punya perhitungan sendiri. Seperti juga kenapa Pari Manta seakan terbang di lautan, jawaban yang muncul cukup beragam. Ada yang menilai itulah cara Manta melarikan diri dari predator. Tapi, tidak sedikit yang yakin kalau si ikan sedang mengusir parasit dari tubuhnya. Versi lain menyebutkan bagian ujung sirip Manta muncul ke permukaan laut untuk menarik perhatian lawan jenis. Ujung sirip Pari Manta tak hanya berfungsi memikat lawan jenis.

Kami, wisatawan yang sedang mencari Manta juga terpikat ketika ujung sirip itu muncul di dekat speedboat. Dalam pencarian yang keempat pada pukul tiga sore ini, lima ekor Manta dalam berbagai ukuran berada dalam jarak yang begitu dekat dengan kami. Lima menit kemudian muncul Pari Manta dengan bentang sirip mencapai lima meter. Tak ingin kesempatan bagus menguap, kami memutuskan terjun ke laut agar lebih dekat dengan ikan yang termasuk kerabat hiu ini.

Ya, kami ingin menari dan berdansa bersama Pari Manta walau sekejap. Bagi kami, inilah pengalaman luar biasa berada di dekat Pari Manta yang sedang melahap plankton. Pari Manta berbeda dibanding ikan pari yang selama ini saya kenal. Nama manta sendiri berasal dari bahasa Spanyol yang berarti selimut. Dari 40 spesies pari di dunia, Pari Manta merupakan pari terbesar di dunia. “Saya pernah melihat yang lebih besar daripada yang kita temukan tadi,” kata Bang Roni, motoris speedboat yang menemani dan memandu kami mencari Manta.

Pantas dia tenang-tenang saja dan tersenyum kecil melihat tingkah kami saat menemukan Pari Manta. Rombongan Pari Manta yang mencapai 20-an ekor juga sudah sering dia temukan. Tapi, tidak jarang juga dia bernasib sama seperti kami: mencari ke sana-sini hingga ujung kesabaran habis. “Itulah kehidupan di laut. Makanya, kami tidak berani menjanjikan sesuatu yang pasti,” katanya.

Sebenarnya kami belum puas benar berdekatan dengan Pari Manta hanya beberapa saat karena ikan-ikan itu lebih cepat meninggalkan kami. Jika mengikuti hasrat, kami ingin mengejar Manta lebih jauh. Tapi, arus bawah laut yang semakin kencang membuat kami berpikir ulang. Toh, melihat dari dekat dan mencebur di dekat Manta meski sebentar sudah menjadi pengalaman yang mengesankan buat kami.

No comments:

Post a Comment