Monday, 2 May 2016

Umpak Songo, Misteri Balai Pertemuan Raja Blambangan


Sembilan batu besar yang menyerupai bentuk kubus dengan lubang di bagian tengah itu tertata di sebuah pekarangan dengan pembatas pagar tembok setinggi satu meter. Beberapa pohon tumbuh di sekitar bebatuan itu. Jika tidak ada papan bercat putih dengan tulisan Situs Umpak Songo, bisa jadi lokasi ini tidak banyak dikenal masyarakat. Padahal, lokasi ini menjadi salah satu perjalanan penting Kerajaan Blambangan dalam peperangan melawan pasukan VOC Belanda.

Umpak Songo adalah tumpukan batu berlubang mirip penyangga tiang bangunan yang berjumlah sembilan. Umpak berarti tangga dan Songo berarti sembilan. Situs yang terletak di Tembokrejo, Kecamatan Muncar ini adalah sisa-sisa Kerajaan Blambangan ketika ibukota kerajaan pindah ke Ulupampang (kini Muncar) setelah Blambangan dipecah menjadi dua yakni Blambangan barat dan Blambangan timur pasca pemberontakan Jagapati terhadap VOC pada Oktober 1772.

Situs Umpak Songo adalah runtuhan bangunan yang menyisakan 49 batu besar dengan sembilan batu di antaranya memiliki lubang pada bagian tengah yang diduga berfungsi sebagai penyangga atau umpak. Situs ini diduga bekas balai pertemuan antara Bupati Blambangan, Mas Alit (Raden Tumenggung Wiraguna) dengan bawahannya. “Situs ini bagian penting Kerajaan Blambangan,” kata sejarawan UGM, Sri Margana.

Balai pertemuan ini terbengkalai sejak Mas Alit memindahkan ibukota Blambangan ke lokasi yang kini menjadi pendopo Kabupaten Banyuwangi pada 20 November 1774. Reruntuhan balai ini ditemukan kembali oleh Mbah Nadi Gede, warga Bantul, Yogayakarta pada tahun 1916 saat membuka hutan dalam kondisi tertimbun tanah. Ketika tanah digali, bentuk reruntuhan ini lebih menyerupai sebuah candi. “Kakek tidak tahu fungsi batu-batu ini,” kata Soimin, cucu Nadi Gede yang menjadi juru kunci Umpak Songo.


Teka-teki reruntuhan bangunan itu terjawab setelah seorang raja dari Surakarta, Mangkubumi IX mengunjungi situs ini pada tahun 1928. “Sejak itu kakek kami tahu kalau di sini lokasi ibukota Kerajaan Blambangan,” katanya. Sayang, beberapa peninggalan penting dari situs ini sudah tidak ada di tempatnya lagi. Yang tersisa sekarang hanya sembilan batu besar dengan lubang di bagian tengah dan beberapa batu kecil di sekitarnya. Situs ini berada di tanah pribadi milik keturunan Nadi Gede yang didiami sekitar 20 keluarga.

Meski demikian, Umpak Songo memiliki daya tarik tersendiri bagi pemeluk Hindu dan penganut aliran kejawen. Pada malam Sabtu Pahing dalam penanggalan Jawa, penganut ajaran kejawen menggelar ritual tirakatan semalam penuh. Puncak keramaian Umpak Songo terjadi pada hari raya Kuningan bagi umat Hindu, termasuk pemeluk Hindu Bali. Apalagi tidak jauh dari Situs Umpak Songo ada Pura Agung Blambangan, pura terbesar di Banyuwangi. “Biasanya mereka sembahyang ketika hari raya Kuningan,” katanya.

Selain Umpak Songo, bekas peninggalan Kerajaan Blambangan di sekitar Ulupampang adalah Situs Setinggil di Dusun Kalimati, Muncar. Lokasinya sekitar 4 kilometer arah timur dari Situs Umpak Songo dan menghadap pantai. Setinggil berarti tanah yang menjulang tinggi menyerupai sebuah bukit. Lokasi in diyakini sebagai tempat bekas menara pengintai Kerajaan Blambangan untuk memantai lalu lintas selat Bali yang ramai oleh kapal-kapal perdagangan.

Tidak sulit untuk menjangkau lokasi Situs Umpak Songo. Dari Kota Banyuwangi, perjalanan bisa dilakukan dengan angkutan umum menuju Kecamatan Srono. Dari perempatan Srono, bisa berganti kendaraan tujuan Muncar. Dari Muncar, Umpak Songo bisa ditempuh menggunakan angkutan umum atau ojek sepeda motor yang banyak beroperasi di daerah penghasil ikan ini. Jika menggunakan mobil pribadi, bisa langsung menuju lokasi situs dari Kota Banyuwangi.

1 comment:

  1. Sembilan batu besar yang menyerupai bentuk kubus dengan lubang di bagian tengah itu tertata di sebuah pekarangan dengan pembatas pagar tembok setinggi satu meter.

    https://www.klik4d.vip/kumpulan-makna-mimpi-melihat-teman-nyetir-mobil-dalam-togel/

    ReplyDelete