Sebagai negara dengan beragam adat, tradisi, budaya, dan bahasa, Indonesia memiliki banyak keunikan dan keragaman dalam menjalankan kehidupan. Termasuk juga dalam mencari jodoh sebagai pasangan hidup. Bagi sebagian masyarakat Indonesia, mencari jodoh bukan sekadar mencari pasangan, apalagi dipasangkan. Ada sejumlah ritual yang harus dijalankan sebelum mendapatkan jodoh. Ritual yang dijalankan di masing-masing daerah tentu berbeda sehingga memunculkan keragaman. Nah, dari keragaman itu ternyata ada beberapa ritual mencari jodoh yang menarik dan tidak biasa bagi kebanyakan orang. Paling tidak ada enam tradisi menjari jodoh yang layak diketahui dan dipertahankan sebagai kekayaan budaya Indonesia.
Lempar kacang
Untuk mencari calon istri, para pemuda Buton, Sulawesi Tenggara harus menyiapkan kacang untuk dilemparkan ke wanita yang diinginkan dalam tradisi Kamomose. Puluhan wanita yang siap menikah tapi belum bertemu jodoh berbaris rapi dan memegang wadah untuk menampung kacang yang dilempar para pemuda. Wanita yang bersedia diajak kenalan, akan menampung kacang yang dilempar lalu memberikan isyarat untuk perkenalan.
Mengintip di balik bilik
Lelaki lajang atau duda yang ingin mendapat jodoh bisa mengikuti tradisi Gredoan di Kecamatan Kabat, Banyuwangi. Tradisi ini khas masyarkat Osing, etnis asli Banyuwangi. Gredoan diadakan berbarengan dengan peringatan Maulid Nabi Muhammad. Sehari sebelum perayaan dimulai, para gadis dari beberapa desa diminta membantu memasak untuk perayaan Muludan Gedi. Nah, saat memasak, mereka diintip para perjaka dan duda dari balik bilik bambu. Jika cocok, maka wanita akan digredo dan diajak ngobrol di terus rumah sebagai perkenalan. Kalau cocok, mereka datang menemui orangtua untuk meminta restu menikah.
Tarian di dalam rumah adat
Menari bersama di dalam rumah adat yang terbuat dari kayu dan bambu sampai rumah itu terasa bergoyang-goyang. Saat menari, para pria dan wanita saling menarik perhatian lawan jenisnya untuk diajak kenalan dan penjajakan. Jika pasangan muda mudi ini merasa cocok dan mendapat restu dari orangtua, maka perjalanan menuju pernikahan makin lapang. Tradisi menarik di dalam rumah adat ini biasa dilakukan oleh Suku Mee di Papua. Tarian unik ini disebut dengan Emaida Yibu yang berarti menari di dalam rumah adat yang dijadikan momentum menyenangkan bagi muda-mudi Suku Mee untuk mendapatkan pasangan.
Saling peluk dan cium
Tradisi saling peluk dan cium ini hanya ditemukan di Banjar Kaja Sesetan, Desa Sesetan, Denpasar seelah perayaan Hari Raya Nyepi. Tradisi ini dikenal sebagai omed-omedan. Dua kelompol muda-mudi memilih wakilnya untuk diangkat dan diarak pada posisi saling berhadapan. Ketika pasangan muda-mudi bertemu dan berpelukan erat, tidak jarang sampai bersentuhan pipi dan berciuman. Tidak semua wakil setiap kelompok mau sampai ciuman, tapi tidak jarang mereka didorong kelompoknya hingga harus bersentuhan lagi.
‘Menculik’ calon istri
Menculik calon istri dari rumah orangtuanya untuk dibawa ke rumah calon suami adalah tradisi yang berlaku di Suku Sasak, Lombok, Nusa Tenggara Barat. Meski terdengar agak aneh, namun tradisi menculik ini berbeda dengan menculik dalam pengertian orang biasa. Untuk melakukan tradisi ini ada persyaratan yang harus dipenuhi oleh kedua belah pihak. Salah satunya gadis yang diculik tidak boleh kurang dari 16 tahun usianya dan sudah siap menikah. Proses pencarian jodoh ini cukup panjang dan melibatkan kedua keluarga sampai disepakati jumlah mahar dan tempat pernikahan diselenggarakan.
Jualan makanan dan minuman
Menjual makanan dan minuman bisa menjadi salah satu sarana untuk saling berkenalan antara lelaki yang ingin mencari calon istri. Tradisi menjual makanan dan minuman ini diadakan dalam tradisi Kabuenga di Wakatobi, Sulawesi Tenggara. Dalam tradisi ini, para wanita berkumpul di lapangan terbuka dan menjual makanan dan minuman. Para pria yang belum menikah diminta turut hadir dan membeli jualan mereka. Dari traksansi jual beli ini diharapkan mereka saling mengenal dan melanjutkan hubungan ke pelaminan. Dalam tradisi ini, terdapat ayunan yang bisa digunakan untuk menjalani prosesi perkenalan dan mencari jodoh.
Calon istri yang sedang menari
Masyarakat Pulau Wangi-wangi di Kabupaten Wakatobi, Sulawesi Tenggara menyebutnya tradisi jogetan. Perempuan yang sudah siap dipinang diajak kumpul di rumah salah satu warga. Mereka berbaris lalu berjoget dengan iringan musik tradisional atau orgen tunggal dan seorang penyanyi. Pemuda dari beberapa desa yang datang menonton boleh memantau siapa gadis yang mau diajak kenalan setelah acara selesai. Kalau si gadis bersedia, bisa dilanjutkan kenalan sama orangtua untuk menuju ke pelaminan.
No comments:
Post a Comment