Monday, 6 June 2016

Mengintip Senja di Stupa Borobudur


Tenggelamnya matahari ibarat penutup hari. Tidak mengherankan banyak orang berburu momen menarik ini dengan memilih lokasi berhamparan luas. Pantai dan laut menjadi salah satu tempat paling diminati untuk menikmati hari temaram menjelang petang. Ada pula yang memilih taman luas dengan hamparan rumput hijau. Tapi, pernahkah Anda mencoba memandangi matahari yang mulai terbenam di antara stupa-stupa candi? Jika belum, cobalah nikmati sensasi sunset di antara stupa-stupa Candi Borobudur.

Bayangkan ada 504 buah stupa di seluruh tingkatan lantai candi yang bisa kita gunakan untuk mengintip matahari terbenam. Menikmati perubahan warna langit di antar ratusan stupa menjadi penutup yang sempurna setelah seharian penuh menikmati kemegahan candi yang menakjubkan. Apalagi jika kita beruntung, akan menyaksikan awan berarak di atas langit Borobudur menjelang ketika malam menjelang.

Ketika menapaki tangga demi tangga menjelang senja, suasana hening lebih terasa dibandingkan siang hari yang penuh dengan wisatawan. Suasana hening seperti saat umat beribadah kian terasa ketika hari mulai berganti. Apalagi jika kicauan burung di sekitar candi yang rimbun terdengar jelas dari balik stupa. Cobalah lihat ke arah barat, tempat matahari menenggelamkan diri. Warna langit yang berubah menjadi pemandangan indah dan mempesona. Sinar matahari terang, kini perlahan melindap seiring hari yang mulai gelap.


Saat-saat matahari akan terbenam inilah suasana menarik sangat terasa. Kilau keemasan cahaya matahari berubah menjadi jingga yang menyapu ratusan stupa yang berdiri tegak. Lorong-lorong candi pun tak luput dari siraman cahaya jingga. Di antara deretan stupa, kita dapat menyaksikan patung Buddha yang berdiri tegak disiram cahaya yang mulai temaram. Ketika hari makin gelap, yang tersisa hanya suasana hening dan damai. Dari atas perbukitan, Borobudur memancarkan aura kemegahan yang telah hadir sejak berabad silam.

Ya, Candi Borobudur bukan hanya menghadirkan kemegahan ketika matahari tepat di atas langit stupa. Candi Buddha yang memiliki 1460 relief bukan sekadar tempat ibadah bagi umat Buddha, tapi juga menjadi destinasi wisata yang tak pernah lekang oleh zaman. Kemegahan Borobudur juga bisa dilacak dari sejarah berdirinya. Apalagi Borobudur dibangun tiga abad sebelum Angkot Wat berdiri di Kamboja dan empat abad sebelum Katedral Agung hadir di Eropa. Borobudur dibangun antara 750-842 Sebelum Masehi.

Borobudur dibangun Raja Samaratungga, salah satu raja di Kerajaan Mataram Kuno, keturunan Wangsa Syailendra. Sesuai dengan prasasti Kayumwungan disebutkan bahwa Candi Borobudur merupakan tempat ibadah yang selesai dibangun pada 26 Mei 824 atau satu abada sejak pertama kali dibangun. Menurut berbagai sumber, nama Borobudur berarti sebuah gunung yang berteras-teras (budhara). Tapi, ada juga yang mengartikannya biara yang terletak di tempat tinggi.

Bentuk bangunan Borobudur menunjukan identitas Indonesia masa lalu yang sangat kuat yang telah lama mengenal bangunan modal punden berubdak. Punden berundak Borobudur terdiri dari 10 tingkat dengan ketinggian 42 meter. Tapi, setelah direnovasi, ketinggian hanya 34,5 meter karena tingkat terbawah digunakan sebagai penahan. Enam tingkat paling bawah berbentuk bujur sangkar dan tiga tingkat di atasnya berbentuk lingkaran dan satu tingkat tertinggi berupa stupa Buddha menghadap ke arah barat.

Menurut falsafah pendiriannya, setiap tingkat melambangkan tahap kehidupan manusia. Sesuai ajaran Buddha Mahayana, manusia yang ingin mencapai tingkat sebagai Buddha harus melalui setiap tingkatan kehidupan seperti Kamadhatu, Rupadhatu hingga Arupadhatu. Pada setiap tingkatan ini terdapat relief-relief yang dapat kit abaca jika kita memutari candi mengikuti arah jarum jam. Ini bisa kita dimulai dari arah kiri dari pintu masuk candi.

Relief-relief di Candi Borobudur berkisah tentang banyak hal. Salah satunya adalah Ramayana yang sangat terkenal. Selain itu, ada juga relief tentang ajaran-ajaran Buddha. Karena itu, bagi mereka yang ingin mempelajari filosofi ajaran Buddha selalu diajarkan untuk membaca relief-relief ini. Hal lain yang termaktub dalam relief ini adalah kondisi masyarakat pada masa ketika Borobudur didirikan. Dari sini tergambar jelas kemajuan teknologi pertanian yang telah dikuasai.

Meski relief-relief itu mengisahkan kondisi masyarakat, tapi kondisi masyarakat di sekitar candi masih menjadi misteri dan belum terungkap. Selain itu, kenapa Candi Borobudur bisa ditemukan dalam kondisi terkubur juga belum terungkap. Beberapa pendapat mengatakan daerah di sekitar candi pada masa dibangun merupakan rawa yang terbenam akibat letusan Gunung Merapi. Bagi yang meyakini pendapat ini merujuk pada Prasasti Kalkutta tentang tulisan 'Amawa' yang berarti lautan susu. Kata itu diartikan sebagai lahar Merapi.

Kehebatan dan kemegahan dari aspek sejarah pendirian maupun arsitektural membuat Candi Borobudur ditetapkan sebagai situs arkeologis Candi Buddha terbesar di dunia versi Guiness World Records. Borobudur diakui secara resmi dengan nomor klaim 396-198 di Guinness World Records di London, Inggris sebagai situs arkeologis candi Buddha terbesar di dunia. Pencatatan dilakukan pada 27 Juni 2012.

No comments:

Post a Comment