Sebagai kota yang berasa di pesisir, Tarakan sudah pasti akrab dengan hidangan laut. Tidak hanya kepiting yang menjadi sajian utama kuliner kota yang kini masuk Provinsi Kalimantan Utara ini. Tarakan, bahkan memiliki menu laut khas yang menjadi ciri khasnya yakni kapah. Sepintas, bentuk kapah tidak berbeda dibandingkan dengan kerang yang biasa saya temukan di pasar maupun restoran. Bentuknya pipih dan cangkangnya harus dibuka jika ingin memakan bagian daging yang tersembunyi di dalamnya. Karena sudah dilanda penasaran dengan kapah, saya tidak sabar segera mengicipi hewan laut yang satu ini.
Acara makan kapah pada siang yang terik ini bukan di restoran di tengah kota, namun di pinggir kota dengan lama perjalanan sekitar 30 menit. “Lokasinya di Pantai Amal lama,” kata Anton Thedy, Founder TX Travel. Pantai Amal di Tarakan memang ada dua: lama dan baru. Pantai Amal lama dibentengi tanggung penahan gelombang laut. Memandang ke pantai, yang terlihat bukan sekadar perahu nelayan, tapi kapal-kapal tanker yang siap mengsung minyak. Lokasi tempat makan kapah ada di deretan warung yang berjarak sekitar 100 meter dari bibir tanggul. Nama warungnya pun cukup unik: Warung Izay dengan spanduk hitam putih seperti papan catur.
Di antara warung lain yang menjadi tetanggnya, Warung Izay tampak lebih ramai. Tumpukan kelapa muda dibiarkan di depan warung. Di sisi yang lain, dua kotak besar berisi kerang kapah lengkap dengan timbangannya. Ukuran kapah lebih besar dibandingkan kerang hijau yang saya kenal di Jakarta. Warnanya putih mengkilat dengan garis-garis hitam di bagian samping. Kulit kapah juga lebih tebal dan lebih keras dibandingkan kerang hijau. Satu ekor kapah hanya bisa digenggam tangan lelaki dewasa. “Tekstur dagingnya berbeda dibanding kerang biasa,” kata Fransisca dan Jodhy Sudianto, suami isteri pemilik Hotel Swiss Belhotel Tarakan.
Begitu cangkang kapah rebus dibuka, daging putih yang terasa kenyal mampir di lidah. Rasa kapah yang cenderung tawar lebih nikmat dikudap dengan sambal mentah yang pedas membara. Makan kapah sebaiknya dibarengi sambal maupun saos yang memberikan aroama lebih karena daging kapah lebih terasa kenyalnya. Tapi, justru di sinilah kelebihan kapah karena tidak ada aroma amis maupun aroma laut seperti kerang biasa. Cangkang kapah dioleh penduduk sekitar menjadi barang kerajinan mulai gantungan kunci sampai hiasan lampu karena sangat kuat.
Setelah mencoba kapah, satu lagi kudapan menarik di warung ini: pisang goreng cocol sambal terasi. Kudapan ini terdengar sedikit aneh karena pisang goreng yang biasa kita kenal dimakan dengan sambal yang pedasnya juga membara. Rasa pisang yang manis kecut dipadu dengan sambal terasi yang menggigit. Ah, semula saya sulit membayangkan seperti apa kombinasi rasa yang tergolong unik ini. Tapi, setelah kudapan itu mampir di lidah, ternyata boleh juga rasanya. Terutama sensasi sambal terasi yang mengingatkan saya pada cenge, sambal untuk menemani makan kepeng atau kerupuk opak di Madura.
Sambal pisang goreng Tarakan dan cenge di Madura ini rasanya berdekatan mungkin karena dari bahan baku yang tidak jauh berbeda dan prosesnya yang sama-sama digoreng. Tapi, kepedasan sambal pisang goreng ini masih kalah dibandingkan sambal kapah. Di siang yang terik tersebut, dua makanan ini membuat lidah saya serasa terbakar hebat. Untunglah, kelapa muda hijau sudah tersaji sehingga segala kenapasan di lidah menjadi sirna.
No comments:
Post a Comment